Penyidikan Tindak Pidana Oleh Penyidik Polri


Dalam Pasal 1 butir (2) Undang-Undang No.8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa :
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.
Dengan demikian penyidikan baru dapat dilaksanakan oleh penyidik apabila telah terjadi suatu tindak pidana dan terhadap tindak pidana tersebut dapat dilakukan penyidikan menurut yang diatur dalam KUHAP.

Untuk pembinaan fungsi penyelidikan dan penyidikan di lingkungan Kepolisian, serta meningkatkan kemampuan dan pemahaman penyidik dalam menjalankan Tupoksinya maka di susunlah Peraturan Kabareskrim (Perkaba) Nomor 3 tahun 2014 tentang standard operasional prosedur pelaksanaan penyidikan tindak pidana. 

Tujuan pengaturan ini dibuat agar:
  1. Agar penyidik dapat menjaga konsistensi kinerja penyidikan dan dapat bekerja sama dengan tim/unit kerja terkait.
  2. Agar penyidik dan tim/unit kerja terkait mengetahui tentang tugas, fungsi dan peranan masing-masing.
  3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari penyidik dan tim/unit kerja yang terkait. Melindungi penyidik dari penyalahgunaan wewenang, intervensi penyidikan, kesalahan yang bersifat teknis maupun administratif.
  4. Menghindari kegagalan, kesalahan, keraguan, duplikasi dan efisiensi dalam proses penyidikan tindak pidana. 

Pelaksanaan Penyidikan
1. Penerimaan Laporan Polisi
Penerimaan laporan Polisi atau pengaduan tentang kejadian yang di duga ada unsur pidana dibedakan menjadi 2, yakni: 
a. Laporan Polisi Model A, adalah Laporan Polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi.
b. Laporan Polisi Model B, adalah Laporan Polisi yang dibuat oleh anggota Polri atas laporan/pengaduan yang diterima dari masyarakat.
2. Penyelidikan
Penyelidikan dalam rangka penyidikan tindak pidana, dilakukan sebelum dan setelah adanya laporan polisi dan/atau pengaduan,  Penyidik setelah menerima laporan/pengaduan segera mencari keterangan dan barang bukti yang terkait dengan tindak pidana yang dilaporkan/diadukan.

Penyelidikan harus menjunjung tinggi objektivitas berdasarkan fakta yang ditemukan. 
Untuk memenuhi azas legalitasnya Penyidik dalam melaksanakan tugas penyelidikan, wajib di lengkapi dengan surat perintah yang dikeluarkan oleh kesatuan induknya.

Penyidik dalam melaksanakan pengolahan dan pengamanan TKP  sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan memberdayakan fungsi pendukung seperti Puslabfor, Inafis, Pusdokkes dan fungsi keahlian lain di atur oleh ketentuan yeng berlaku.

Penyelidikan mewajibkan perencanaan penyelidikan yang fokus pada pengungkapan dan penemuan fakta dan data yang mendukung penyidikan dengan melakukan:
a. pengolahan TKP
b. pengamatan
c. wawancara
d. pembuntutan
e. penyamaran
f. pelacakan
g. penelitian dan analisa dokumen
3. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)
SPDP merupakan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum, yang dibuat dan dikirimkan setelah terbit surat perintah penyidikan. Dalam hal SPDP telah dikirimkan ke jaksa penuntut umum dan batas waktu kewajiban penyidik mengirim berkas perkara tahap pertama tidak terpenuhi, maka penyidik menyampaikan pemberitahuan perkembangan kasus kepada jaksa penuntut umum. SPDP memuat:

a. Dasar penyidikan berupa laporan polisi dan surat perintah penyidikan.
b. Waktu dimulainya penyidikan.
c. Jenis perkara, pasal yang dipersangkakan dan uraian singkat tindak pidana yang disidik.
d. Identitas penyidik yang menandatangani SPDP.
4. Upaya Paksa
Tindakan upaya paksa wajib dilengkapi dengan surat perintah kecuali dalam hal kasus tertangkap tangan. Sebelum melakukan upaya paksa, penyidik membuat rencana tindakan sebagai pendukung dan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan upaya paksa dan setelah pelaksanaan membuat berita acara serta melaporkan kepada pimpinan.

Upaya Paksa dilakukan dengan:
a. pemanggilan
b. penangkapan
c. penahanan
d. penggeledahan
e. penyitaan dan pemeriksaan surat
5. Upaya Pemeriksaan
Untuk membuat terang suatu perkara Pidana, penyidik melakukan pemeriksaan sebagai bagian pembuatan BAP dengan melakukan pemeriksaan:
a. pemeriksaan saksi
b. pemeriksaan ahli
c. pemeriksaan tersangka
d. pemeriksaan dan penelitian dokumen dan surat – surat
e. pemeriksaan terhadap alat bukti digital, dan sebagainya  
6. Gelar Perkara
Gelar perkara terhadap penyidikan tindak pidana bisa dilakukan sesuai dengan kebutuhan penyidikan. Gelar perkara dibedakan menjadi 2, yakni
a. Gelar Perkara biasa
b. Gelar Perkara Khusus
Gelar perkara dilakukan untuk mendukung efektivitas dan efisiensi kegiatan penyidikan berikut pengawasannya yang dilakukan oleh pejabat berwenang (pengawas penyidik dan atasan penyidik).
Dalam beberapa kasus, gelar perkara dilaksanakan dalam rangka klarifikasi pengaduan masyarakat (public complain) dengan tujuan meningkatkan kepercayaan masyarakat (public trust) terhadap penegak hukum yang transparan dan akuntable tanpa harus di bayangi intervensi.

7. Penyelesaian Berkas Perkara

Penyelesaian berkas perkara meliputi dua tahapan yaitu pembuatan resume berkas perkara dan pemberkasan.  Resume berkas perkara harus diselesaikan dengan sistematika yang baku dan memuat antara lain dasar penyidikan, uraian perkara dan fakta, analisa kasus dan yuridis serta kesimpulan.
Berkas perkara diselesaikan sesuai dengan waktu dan tingkat kesulitan perkara. Dalam hal penyidik mengalami hambatan sangat sulit dalam penyidikan maka ketentuan waktu dapat diabaikan. Untuk kepentingan administrasi penyidikan, resume berkas perkara ditandatangani oleh penyidik dan pengantar berkas perkara ditanda-tangani oleh atasan penyidik.

Penyidikan yang dilakukan oleh PPNS wajib dikirimkan ke penyidik Polri untuk diteliti aspek formil dan materiil yuridis serta pengembangan kasusnya sebelum dilimpahkan ke JPU sesuai Perkap Nomor 6 Tahun 2008 tentang Manajemen Penyidikan PPNS dan SOP terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

Untuk kepentingan tertib administrasi penyidikan secara nasional dan kepentingan akses informasi publik maka penyidik wajib menginput data administrasi penyidikannya yang ditangani ke sistem pusat informasi kriminal nasional (Sispiknas) dengan mempedomani Perkap Nomor 15 Tahun 2010 tentang Piknas dan SOP terlampiryang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.

8. Penghentian Perkara
Penyidikan dapat dihentikan jika tidak cukup bukti, bukan tindak pidana, demi hukum (kadaluarsa, nebis in idem, tersangka meninggal dunia, pengaduan dicabut dalam kasus delik aduan).

Pengambilan keputusan penghentian penyidikan didasarkan hasil penyidikan dan telah digelar sesuai ketentuan.  Pelaksanaan penghentian penyidikan, penyidik menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (SKP2) dan ditindaklanjuti dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) kepada jaksa penuntut umum, tersangka dan pelapor.

SKP2 dapat dibuka kembali melalui putusan sidang praperadilan dan/atau ditemukan bukti baru melalui gelar perkara dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pencabutan Penghentian Penyidikan (SKP3).